English Version

Baca Juga

Wednesday, March 7, 2012

Aspek Neuroscience: Repatterning Your Brain


By on 11:31 PM


Judul ini terinspirasi oleh salah satu karya Richard Bandler yaitu Neuro-Hypnotic Repatterning (NHR) yang melakukan restrukturisasi suatu pengalaman baik pada tingkat cortical pathway maupun tingkat chemical dengan menggunakan NLP yang dilakukan dalam hypnotic state. Berikut kami kutipkan penjelasan singkat Richard Bandler mengenai NHR:



“Using the Hypnotic process to restructure people at the level of cortical pathways… These are learned behaviours and when you hypnotically repattern someone what you are basically doing is teaching them not to get to what they don’t want to get… what you need to do is make a left turn on the cortical pathways and use a new learning. People should always be relearning things anyway… The older we get the more millions and millions of neural cortical pathways we establish and there are many things that happen automatically” (www.neurohypnoticrepatterning.com)

Pada penjelasan tersebut sangat terlihat bahwa NHR telah mengkombinasikan secara apik 3 buah pengetahuan sekaligus yaitu Neuroscience, Hypnosis dan NLP. Hal lain yang tersirat dalam kutipan di atas adalah adanya suatu pattern dalam otak kita yang tersusun oleh berjuta-juta neural cortical pathways.

Beberapa presuposisi yang bisa timbul dari judul Repatterning Your Brain. Kata Pattern menunjukkan bahwa terdapat suatu pola di dalam otak kita dan kata re sendiri mengandung presupposisi bahwa pola tersebut bisa berubah ataupun diubah. Pada tulisan ini kita akan lebih banyak membicarakan tentang brain atau otak kita, bukan mind atau pikiran kita, karena tentu kita sudah bisa pahami bahwa mind itu bisa berubah kapan saja, setiap waktu. Bagaimana dengan otak kita? Apakah perubahan itu masih bisa terjadi, khususnya pada otak orang dewasa? dan bagaimana cara otak kita mengubahnya baik ditinjau dari sisi NLP itu sendiri maupun secara neuroscience.

Perubahan tersebut bisa terjadi karena otak kita mempunyai kemampuan untuk melakukan reorganisasi sendiri, sehingga otak kita dapat beradaptasi dengan lingkungannya yang senantiasa berubah-ubah. Kemampuan ini dikenal sebagai neuroplastisitas; otak kita itu bersifat plastic tapi tidak elastic. Dengan kemampuan ini, seorang anak bisa belajar untuk berjalan, berbicara dan berbagai aktivitas yang lain, begitupun dengan penderita strok yang dahulunya kesulitan menggerakkan anggota badannya, setelah melewati serangkaian latihan-latihan, akhirnya penderita tersebut bisa menggerakkan kembali tangan dan tungkainya.

Saat manusia dilahirkan ke dunia, Tuhan memberikan sel-sel saraf (neuron) di otak dalam kondisi standar (immatur), hanya dibekali dengan hal-hal yang perlu saja seperti kemampuan untuk makan, minum, menangis, merasakan sentuhan kasih orang tuanya; seseorang tidak pernah dilahirkan dalam kondisi otak untuk menjadi seorang musisi, tidak pernah dilahirkan dalam kondisi otak seorang pesepakbola yang handal. Kasihan sang anak yang dilahirkan dalam kondisi otak seorang pelukis tapi saat dewasa bercita-cita menjadi seorang gitaris terkenal. Tapi semua diberikan kesempatan yang sama, tergantung stimulasi yang diberikan oleh lingkungannya. Tapi sayangnya karena seringkali neuron-neuron di otak kita terbentuk tanpa kita sadari, kita terbentuk oleh stimulasi lingkungan kita tanpa kita punya inisiatif untuk memilah-milah stimulasi apa yang kita inginkan,yang bermanfaat otak kita, sehingga terbentuklah pola-pola neuron yang kadang kala tidak bermanfaat malah bisa merugikan sang pemilik otak tersebut. Seolah-olah kita tidak mempunyai kontrol terhadap otak kita sendiri. Untungnya Tuhan memberikan kemampuan neuroplastisitas pada otak kita sehingga memungkinkan kita untuk bisa berubah dengan mengubah pola-pola tersebut. Salah satu cara yang bermanfaat untuk mengubah hal tersebut adalah dengan prinsip NLP dan hypnosis.

Terdapat beberapa hal atau faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menstimulasi plastisitas otak kita diantaranya yaitu attensi dan fokus, intensitas, durasi, constraint, imitasi (mirror neurons) dan visualisasi. Dengan mengkombinasikan prinsip-prinsip  tersebut secara bersamaan, tentuk hasilnya akan lebih baik, dalam konteks belajar apapun. Karena semua itu terjadi melalui suatu proses pembelajaran, sekali lagi disadari atau tidak. Seseorang menjadi phobia terhadap sesuatu, sebenarnya telah terjadi suatu proses belajar secara tidak sadar.

Bagaimana otak kita menyimpan sebuah pola di otak kita? dan bagaimana pola tersebut bisa terbentuk ? Sebagaimana kita ketahui bahwa di otak kita terdapat serabut-serabut assosiasi yang berfungsi menghubungkan suatu neuron dengan neuron yang lainnya, yang masih dalam satu belahan otak yang sama (hemisfer). Serabut assosiasi ini terbentuk saat menstimulasi secara bersamaan 2 neuron atau lebih. Suatu pola terbentuk dari beberapa neuron beserta serabut assosiasinya. Setiap pola akan menyimpan informasi yang berbeda misalnya 5 buah neuron yang membentuk pola ACBED, informasi yang tersimpan akan berbeda dengan pola neuron CABDE. Jadi informasi-informasi yang ada tersimpan dalam bentuk jaringan neuronal di tingkat kortikal (pattern). Pola-pola tersebut terkadang dikenal sebagai pattern, template ataupun scheme. Mungkin istilah map yang sering dipergunakan oleh NLP-ers tiada lain adalah pola-pola tersebut dan pola tersebut berbeda untuk setiap orang meskipun dengan kandungan emosi yang mirip sama. Pola-pola tersebut kita bisa menstimulasinya. Untuk memunculkan pola ACBED, maka cukup kita menstimulasi komponen penyusunnya atau pola yang mirip dengan pola tersebut (ABCDE).

Misalkan kita sedang melihat sebuah bola, maka otak akan menyimpannya tidak dalam bentuk bola, tapi yang tersimpan adalah kesan kita terhadap bola tersebut.  Kesan tersebut terbentuk dari sekumpulan kesan yang terbentuk oleh panca indera kita termasuk juga kandungan emosi jika ada. Sehingga kita bisa membayangkan begitu ramainya otak kita dengan pola-pola tersebut. Sebenarnya penjelasan tersebut sangat mirip dengan konsep NLP tentang Representational System. Meskipun hal itu dijelaskan dengan konteks yang berbeda. Jadi pada prinsipnya otak akan menyimpan sesuatu dengan terlebih dahulu membuat suatu representasi mental dan lalu merangkainya dengan serabut assosiasi.

Mari kita lihat lebih jauh tentang konsep Representational System tersebut. Suatu peristiwa/kejadian atau objek yang biasa dikenal sebagai realitas eksterna akan masuk ke dalam otak kita melalui panca indera dan akhirnya membentuk suatu representasi mental (realitas interna). Karena keterbatasan fisik dan language, maka realitas eksterna akan berbeda dengan realitas interna yang terbentuk. Manusia mempunyai 5 modalitas yaitu VAKOG, namun 2 modalitas terakhir kurang berkembang pada manusia, karena porsi otak untuk hal tersebut sangat kecil. Otak kita akan menyimpan informasi dalam bentuk subkomponen modalitas (submodalitas) misalnya submodalitas visual berupa bentuk, ukuran, warna, letak dll. Dengan konsep Representational System ini memudahkan kita memahami bagaimana otak kita menyimpan sesuatu, memudahkan kita untuk memahami tentang pola-pola yang ada di dalam otak kita dan yang terpenting adalah memudahkan kita mengubah atau membentuk pola itu sendiri. Sehingga pola-pola tersebut sebenarnya adalah resources bagi manusia itu sendiri.

Pola tersebut tidak hanya kita mampu untuk mengubahnya tapi kita pun sanggup membuat suatu pola yang baru yang lebih baik. Dalam NLP atau hypnosis, kita kenal tentang Anchor atau jangkar perasaan. Konsep anchor ini sebenarnya menstimulasi terbentuknya suatu serabut assosiasi. Misalnya suatu kondisi kepercayaan diri (A) dan sentuhan pada pundak (B), dengan menstimulasi kondisi tersebut (A dan B) secara bersamaan maka serabut assosiasi akan terbentuk A dan B. Terkadang hal itu terjadi di luar kesadaran kita.

Tapi perlu kita ketahui bahwa pola-pola yang kita bicarakan di atas adalah dari aspek fisik atau struktural. Juga terdapat pola dari aspek kimiawi. Pola tersebut tersimpan pada sinaps-sinaps di otak kita dan hal yang paling berperan pada sinaps tersebut adalah neurotransmitter. Joseph LeDoux dalam bukunya “Synaptic Self” menyatakan bahwa diri anda yang sebenarnya adalah kepribadian atau perilaku anda sendiri dan itu tercermin dari pola-pola interkoneksivitas antar neuron di otak kita. Pola-pola tersebut itulah sinaps kita yang merupakan jalur informasi terbesar di otak kita.

Pertanyaan paling krusial yang mungkin bisa kita ajukan adalah bagaimana menstimulasi ataupun mengubah pola-pola tersebut? Terdapat perbedaan cara melakukan stimulasi dari aspek neurologi dan aspek NLP/hypnosis. Hal yang paling lazim dilakukan oleh para neurolog/neuroscientist untuk melakukan stimulasi adalah dengan exercise. Penderita strok untuk bisa berjalan kembali dibutuhkan latihan-latihan fisik (fisioterapi) untuk dapat menstimulasi neuron-neuron yang masih sehat untuk bisa mengambil alih fungsi yang terganggu. Terkadang untuk hal-hal yang bersifat mental atau emosi diberikan penugasan (assignment). Pemberian obat-obatan tidak menjamin sepenuhnya terjadinya proses tersebut. Akhir-akhir ini sudah mulai dikembangkan teknik visualisasi untuk membantu proses recovery. Teknik visualisasi ini sebenarnya sudah masuk ke dalam ranah NLP/hypnosis, meskipun mereka sebenarnya bukan praktisi NLP/hypnosis. Teknik yang digunakan oleh para praktisi NLP biasanya dengan mengutak-atik submodalitas suatu pengalaman. Terkadang dibutuhkan anchoring untuk kasus-kasus tertentu. Agar proses repatterning bisa lebih powerful, biasanya dilakukan dalam hypnotic state.

Salah satu aplikasi yang bisa dilakukan bagi penderita strok ataupun penderita dengan gangguan motorik yaitu dengan melakukan stimulasi pola motorik di otak. Hal ini biasa dikenal sebagai motor imagery terkadang ada juga yang menyebutnya mental practice. Motor imagery ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu tahap relaksasi sekitar 2-5 menit, proses visualisasi gerakan-gerakan motorik yang disesuaikan dengan kebiasaan/pekerjaan/hobby penderita yaitu sekitar 7-9 menit dan diakhiri dengan proses reorientasi sekitar 1 menit. Teori yang bisa menjelaskan hal ini yaitu teori psikoneuromuskular bahwa dengan melakukan visualisasi gerakan akan dapat menstimulasi movement template/skema motorik/pattern motorik di otak kita sehingga dapat menggerakkan otot-otot pada alat gerak kita. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan PET memperlihatkan bahwa bagian otak yang terstimulasi akan sama, baik saat melakukan motor imagery maupun dengan  eksekusi suatu gerakan. Dari penelitian yang dilakukan terhadap 32 penderita strok di Makassar, terdapat perbedaan bermakna antara penderita yang dilakukan terapi kombinasi motor imagery dan fisioterapi  dengan yang hanya mendapat fisioterapi saja.

Reference:
1.LeDoux J. Synaptic Self. How our brains become who we are. Penguin      Groups.2002
2.Begley S. Train Your Mind Change Your Brain. Mind and Life Institute.2007
3.Bandler R. Guide to Trance-formation. 2008
4.Doidge N. The Brain That Changes Itself. New York Times. 2007

About dr. Iqbal

dr. Iqbal adalah Pemilik dari Shichida Makassar. Seorang dokter ahli syaraf.

0 comments:

Post a Comment