Akhir-akhir ini, saya sering
bertemu dengan anak yang merasa bermasalah dengan orang tuanya yang sudah mulai
pelupa atau dementia. Salah satu ciri orang tua yang sudah mulai
mengalami dementia adalah pertanyaan yang diajukan selalu sama dan berulang-ulang
mungkin hanya selang beberapa menit atau bahkan dalam beberapa detik. Hal ini
yang membuat sang anak merasa terganggu hingga masuk ke tahap kehilangan
kesabaran.
Hal ini membuat saya teringat dengan
sebuah dialog antara ayah yang sudah mulai pelupa dan anak laki-lakinya yang
berumur sekitar 23 tahun. Mereka sementara duduk di bangku yang sama di taman
bunga. Saat itu sang anak lagi asyik membaca novel kesayangannya. Tiba-tiba,
seekor burung terjatuh ke dalam semak-semak dan menimbulkan bunyi. Dari sinilah
dialog tersebut terjadi,
Ayah : Nak, bunyi apa itu ?
Anak : oh, itu bunyi burung yang jatuh, ayah! (sang anak
menjawabnya sambil tetap membaca, tidak lama berselang kemudian)
Ayah : Nak..itu tadi bunyi apa ?
Anak : Bunyi burung ayah (sang anak sudah mulai merasa terganggu
dengan pertanyaan berulang sang ayah dan tidak lama lagi berselang, sang ayah
kembali bertanya)
Ayah : Nak…itu tadi bunyi apa?
Anak : Saya kan sudah bilang itu bunyi BURUNG!! (sang anak
berhenti membaca,dan menjawabnya dengan suara yang lebih keras, dari nada suara
sang anak nampak bahwa dia sudah mulai kehilangan kesabaran untuk menjawab
pertanyaan sang ayah)
Sang ayah sedikit terdiam
beberapa lama, dan kemudian berkata
Ayah : Nak…saya teringat dengan kejadian sekitar 21 tahun yang
lalu…saat itu, kamu masih kecil sekitar 2 tahun, kita duduk bersama-sama di
bangku ini..saya sementara membaca koran dan tiba-tiba ada seekor burung jatuh
dan juga menimbulkan bunyi…. Kamu bertanya “Ayah, bunyi apa itu ?” dan saya
menjawabnya “itu bunyi burung Nak!”…tapi tidak lama berselang, kamu kembali
bertanya “Ayah, bunyi apa tadi?”…dan saya menjawabnya dengan “ Bunyi burung
Nak!”….pertanyaan itu, kamu ajukan hingga 20 kali..tapi saya selalu
menjawabnya dengan baik hingga 20 kali juga….tapi hari ini, saya baru bertanya
3 kali, kamu sudah memarahi ayah…??
Dialog tersebut sangat
inspiratif dan dalam berbagai kesempatan setiap saya menemui anak yang mulai
mengeluh tentang orang tuanya yang sudah mulai pelupa dan selalu mengajukan
pertanyaan yang sama berulang-ulang, cerita tersebut saya selalu sampaikan dan
tentunya dengan cara seperti yang telah kita ketahui bersama.
Fenomena ayah yang pelupa dan
respon sang anak sangat baik untuk dikaji bersama. Satu hal yang menarik adalah
mengapa respon sang ayah dan sang anak bisa berbeda padahal menghadapi konteks
yang sama dan malahan pertanyaan yang sama?, “itu tadi..bunyi apa?”…tentunya
karena state yang dipergunakan tidak sama, state sang ayah ketika
menjawab pertanyaan anak berbeda dengan state sang anak saat menjawab
pertanyaan sang ayah. State sang ayah lebih banyak bernuangsa mengajari dan
rasa kasih ayah kepada anak. Kedua hal itu sangat powerful jika dikombinasikan,
teaching and loving. Sehingga saya biasa menyampaikan kepada sang
anak untuk menghadapi orang tua yang mulai pelupa untuk mengubah state-nya,
munculkan rasa ingin mengajar dan rasa kasih-sayang. Jika beliau bertanya 20
kali, jangan menyerah jawab juga 20 kali, mungkin yang ke-20 kali baru bisa
membuat beliau mengingatnya. Jika hal tersebut kita tidak lakukan, dan malah
berkesan membiarkannya, maka bisa jadi fenomena pelupa itu akan terus berjalan
dan berefek lebih luas.
Hal lain yang bisa kita kaji
adalah mengapa sang ayah mengajukan pertanyaan sebanyak 20 kali itu dengan
enteng tanpa ada kesulitan, sebaliknya sang anak merasa kesulitan menjawab
pertanyaan sebanyak 20 kali tersebut ? Lucunya lagi, pertanyaan yang diajukan
sama dan tentunya jawabannya juga harus sama, jadi tentu lebih mudah untuk
menjawabnya, tidak diperlukan usaha tambahan untuk mencari jawabannya! Saya tidak
bisa membayangkan bagaimana gembira dan bahagianya mahasiswa jika saat ujian
akhir ternyata terdapat 20 soal atau pertanyaan yang sama dan sang dosen tidak
menganulir soal tersebut. Apakah karena menjawab pertanyaan itu lebih sulit
dibanding mengajukan pertanyaan? Tapi sebetulnya hal tersebut tidak sepenuhnya
benar karena membuat pertanyaan itu terkadang butuh pengetahuan mendalam
sehingga dari kualitas pertanyaan dapat menunjukkan kualitas pengetahuan
seseorang. Saya sendiri melihat hal tersebut, bahwa disinilah letak kekuatan Clean
Language !
0 comments:
Post a Comment