English Version

Baca Juga

Wednesday, October 15, 2014

Dialog Anak dan Ayah


By on 6:37 PM



Akhir-akhir ini, saya sering bertemu dengan anak yang merasa bermasalah dengan orang tuanya yang sudah mulai pelupa atau dementia. Salah satu ciri orang tua yang sudah mulai mengalami dementia adalah pertanyaan yang diajukan selalu sama dan berulang-ulang mungkin hanya selang beberapa menit atau bahkan dalam beberapa detik. Hal ini yang membuat sang anak merasa terganggu hingga masuk ke tahap kehilangan kesabaran.
Hal ini membuat saya teringat dengan sebuah dialog antara ayah yang sudah mulai pelupa dan anak laki-lakinya yang berumur sekitar 23 tahun. Mereka sementara duduk di bangku yang sama di taman bunga. Saat itu sang anak lagi asyik membaca novel kesayangannya. Tiba-tiba, seekor burung terjatuh ke dalam semak-semak dan menimbulkan bunyi. Dari sinilah dialog tersebut terjadi,

Ayah : Nak, bunyi apa itu ?
Anak : oh, itu bunyi burung yang jatuh, ayah! (sang anak menjawabnya sambil tetap membaca, tidak lama berselang kemudian)
Ayah : Nak..itu tadi bunyi apa ?
Anak : Bunyi burung ayah (sang anak sudah mulai merasa terganggu dengan pertanyaan berulang sang ayah dan tidak lama lagi berselang, sang ayah kembali bertanya)
Ayah : Nak…itu tadi bunyi apa?
Anak : Saya kan sudah bilang itu bunyi BURUNG!! (sang anak berhenti membaca,dan menjawabnya dengan suara yang lebih keras, dari nada suara sang anak nampak bahwa dia sudah mulai kehilangan kesabaran untuk menjawab pertanyaan sang ayah)

Sang ayah sedikit terdiam beberapa lama, dan kemudian berkata
Ayah : Nak…saya teringat dengan kejadian sekitar 21 tahun yang lalu…saat itu, kamu masih kecil sekitar 2 tahun, kita duduk bersama-sama di bangku ini..saya sementara membaca koran dan tiba-tiba ada seekor burung jatuh dan juga menimbulkan bunyi…. Kamu bertanya “Ayah, bunyi apa itu ?” dan saya menjawabnya “itu bunyi burung Nak!”…tapi tidak lama berselang, kamu kembali bertanya “Ayah, bunyi apa tadi?”…dan saya menjawabnya dengan “ Bunyi burung Nak!”….pertanyaan itu, kamu ajukan hingga 20 kali..tapi saya selalu menjawabnya dengan baik hingga 20 kali juga….tapi hari ini, saya baru bertanya 3 kali, kamu sudah memarahi ayah…??

Dialog tersebut sangat inspiratif dan dalam berbagai kesempatan setiap saya menemui anak yang mulai mengeluh tentang orang tuanya yang sudah mulai pelupa dan selalu mengajukan pertanyaan yang sama berulang-ulang, cerita tersebut saya selalu sampaikan dan tentunya dengan cara seperti yang telah kita ketahui bersama.

Fenomena ayah yang pelupa dan respon sang anak sangat baik untuk dikaji bersama. Satu hal yang menarik adalah mengapa respon sang ayah dan sang anak bisa berbeda padahal menghadapi konteks yang sama dan malahan pertanyaan yang sama?, “itu tadi..bunyi apa?”…tentunya karena state yang dipergunakan tidak sama, state sang ayah ketika menjawab pertanyaan anak berbeda dengan state sang anak saat menjawab pertanyaan sang ayah. State sang ayah lebih banyak bernuangsa mengajari dan rasa kasih ayah kepada anak. Kedua hal itu sangat powerful jika dikombinasikan, teaching and loving. Sehingga saya biasa menyampaikan kepada sang anak untuk menghadapi orang tua yang mulai pelupa untuk mengubah state-nya, munculkan rasa ingin mengajar dan rasa kasih-sayang. Jika beliau bertanya 20 kali, jangan menyerah jawab juga 20 kali, mungkin yang ke-20 kali baru bisa membuat beliau mengingatnya. Jika hal tersebut kita tidak lakukan, dan malah berkesan membiarkannya, maka bisa jadi fenomena pelupa itu akan terus berjalan dan berefek lebih luas.

Hal lain yang bisa kita kaji adalah mengapa sang ayah mengajukan pertanyaan sebanyak 20 kali itu dengan enteng tanpa ada kesulitan, sebaliknya sang anak merasa kesulitan menjawab pertanyaan sebanyak 20 kali tersebut ? Lucunya lagi, pertanyaan yang diajukan sama dan tentunya jawabannya juga harus sama, jadi tentu lebih mudah untuk menjawabnya, tidak diperlukan usaha tambahan untuk mencari jawabannya! Saya tidak bisa membayangkan bagaimana gembira dan bahagianya mahasiswa jika saat ujian akhir ternyata terdapat 20 soal atau pertanyaan yang sama dan sang dosen tidak menganulir soal tersebut. Apakah karena menjawab pertanyaan itu lebih sulit dibanding mengajukan pertanyaan? Tapi sebetulnya hal tersebut tidak sepenuhnya benar karena membuat pertanyaan itu terkadang butuh pengetahuan mendalam sehingga dari kualitas pertanyaan dapat menunjukkan kualitas pengetahuan seseorang. Saya sendiri melihat hal tersebut, bahwa disinilah letak kekuatan Clean Language !

About dr. Iqbal

dr. Iqbal adalah Pemilik dari Shichida Makassar. Seorang dokter ahli syaraf.

0 comments:

Post a Comment