“Kemarin saya sempat menonton
pertandingan sepakbola SEA Games antara Indonesia dan tuan rumah…saat itu salah
seorang pemain Indonesia menggiring bola dari sayap kanan dan pada saat yang
tepat dia memberikan umpan silang yang manis didepan gawang lawan…dan penyerang
Indonesia melompat tinggi dan mencoba menyundul…tapi nyaris saja dia berhasil
menyundul bola tersebut…tanpa saya sadari…badan saya sedikit tegak dan kepala
sedikit bergerak ke depan..seolah-olah saya juga ingin ikut menyundulnya”
“Pernah juga beberapa
waktu yang lalu saya ikut mobil rekan saya dan saya duduk di sampingnya..rekan
saya ini cukup cepat mengendarai mobilnya…dan tiba-tiba saja di depan mobil
kami ada anak sekolah yang akan menyeberang ,secara spontan teman saya
menginjak rem…tanpa saya sadari..ternyata kaki kanan saya ikut bergerak,
seolah-olah saya juga ikut membantu menginjak rem”
Beberapa contoh
tersebut, mungkin sering juga kita alami dalam kehidupan sehari-hari, hal
tersebut merupakan salah satu contoh Deep Trance Identification (DTI) dalam
kehidupan sehari-hari dan hal itu menunjukkan bahwa sebenarnya DTI tersebut merupakan
hal yang alami atau natural. Memang DTI termasuk salah satu dari Hypnotic
Phenomena. Hal yang sama juga terjadi saat kita menonton di bioskop apalagi
yang telah dilengkapi dengan teknologi 3D membuat Pengalaman DTI semakin
terasa. Atau mungkin saat kita masih kecil dan mengidolakan sang ayah, maka
sang anak dengan lantangnya mengatakan “ Ayah saya orang yang hebat…saya mau
seperti ayah!”.
Pada dasarnya, Deep
Trance Identification juga merupakan proses modelling yaitu memodel seseorang
yang dianggap mempunyai skill yang excellent atau mumpuni. Untuk bisa
melakukannya, dibutuhkan beberapa persiapan sebelumnya. Sebaiknya kita harus
mempunyai informasi yang banyak dan detail tentang orang yang akan kita jadikan
sebagai model, lebih baik lagi jika anda mempunyai filenya dalam bentuk video.
Anda bisa memutar video tersebut berulang-ulang sampai Anda bisa menemukan
beberapa informasi penting tentang dirinya, misalnya bagaimana cara ataupun
postur tubuhnya saat berdiri ataupun berjalan, termasuk juga bagaimana dengan intonasi
suaranya.
Oleh karena DTI termasuk
deep trance phenomena, maka biasanya Richard Bandler sebelum
memutuskan dan melakukan DTI, dia terlebih dahulu meng-elicit hypnotic
phenomena yang lain seperti amnesia, age regression dll. Setelah cukup dan
subjek dianggap eligible untuk dilakukan DTI maka Richard Bandler baru
memulainya.
Richard Bandler memulai
dengan meng-elicit amnesia yaitu melupakan identitas diri subjek,
setelah itu melakukan age regression dengan cara meminta untuk
membayangkan sementara membuka buku alumni atau foto album keluarga atau
memorabilia. Secara perlahan-perlahan, subjek diregressi hingga usia 6 tahun
misalnya. Tidak dijelaskan alasan mengapa meregressinya ke usia 6 tahun, mungkin
karena pada usia tersebut proses identifikasi atau personalisasi pada anak
sangat menonjol.
Hal yang sedikit berbeda
dengan apa yang dilakukan oleh John Overduff. Subjek hanya diminta membayangkan orang yang
akan dimodel lalu masuk ke dalam orang yang bersangkutan. Kemudian diminta
untuk melihat dan mendengar sesuai persepsi orang yang dimodel. Setelah itu integrasikan kembali dan keluar
kembali dari orang tersebut.
Hal lain yang perlu
menjadi perhatian adalah berusaha untuk melakukan future pacing dan cek
ekologis untuk memastikan bahwa kondisi yang ada sudah sesuai dengan yang kita
inginkan. Agar bisa melakukan DTI secara efektif maka sebelumnya kita perlu juga
membuat ideomotor signal yaitu yes atau no response. Arm levitation
bisa juga kita lakukan untuk mengetahui dan memastikan proses identifikasi telah
terjadi. Hal ini akan mempermudah kita memandu seseorang secara bertahap.
Bisa dibayangkan
bagaimana powerfulnya DTI ini jika dilakukan atau diterapkan oleh seorang guru
kepada muridnya. Seperti yang telah dilakukan dan dikembangkan oleh Prof.
Makoto Shichida, salah seorang pelopor otak kanan di Jepang dan sekaligus
di dunia. Salah satu metode yang paling dianjurkan dan dilatih pada anak-anak
kita lebih untuk mengembangkan dan sekaligus memanfaatkan potensi otak kanan,
prof.shichida senantiasa menganjurkan untuk melakukan image training yaitu “Pretend
play” terutama pada anak yang berusia 0-6 tahun.
Pretend play dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu meminta anak untuk menutup mata lalu menarik
napas yang dalam dan mengeluarkannya perlahan-lahan. Setelah dirasa cukup,
anak-anak sudah merasa rileks dan nyaman, barulah proses imajinasi terpandu
dilakukan. Pada anak-anak proses imajinasi lebih mudah dilakukan dengan
pendekatan “berpura-pura” atau pretend play. Misalnya anak-anak diminta
untuk berpura-pura menjadi mahluk yang kecil. Setelah memastikan anak Anda
telah melakukannya dengan baik, lalu minta untuk masuk ke dalam jeruk dan
merasakan bagaimana manisnya jeruk tersebut dan minta menghitung berapa jumlah
biji di dalamnya. Paling baik jika proses ini dilakukan dengan berbasis panca
indera atau VAKOG. Setelah itu, mintalah anak anda membuka matanya dan memintanya
untuk menceritakan bagaimana pengalamannya saat masuk dalam jeruk.
Hal yang serupa juga
bisa dilakukan untuk masuk ke dalam buku dengan sampul yang tertutup, lalu
minta untuk mencari halaman tertentu dan minta untuk menceritakannya kembali
setelah membuka mata. Jika kita melakukannya dengan intensif maka hasil yang
luar biasa akan bisa kita lihat. Anak-anak mampu menghitung jumlah biji dalam
jeruk, anak-anak mampu mengetahui isi sebuah buku tanpa harus membukanya atau
membacanya. Malah, beberapa anak mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan dan
lebih dahsyat lagi anak-anak seperti itu mampu menggambarkan jenis kuman yang
ditemuinya. Luar Biasa!!
0 comments:
Post a Comment