Hal yang selalu menjadi pertanyaan bagi mereka yang baru belajar
hypnosis adalah bagaimana cara melakukan induksi. Lebih jauh lagi, mungkin
mereka akan bertanya teknik induksi apa yang paling efektif atau paling ampuh.
Maka akan beragamlah jawaban yang bisa muncul, tentunya akan sesuai dengan
pengalaman hypnotist itu sendiri. Sehingga hal tersebut semakin membingungkan
para penanya. Memang, kalo kita telusuri maka bisa sampai ribuan atau malah tak
terhitung jenis induksi yang bisa kita lakukan.
Pantas jika Jeffrey Stephen pernah mengatakan bahwa “Everything
you do is hypnosis”. Apakah bisa melakukan induksi dengan cara bersiul?
Apakah bisa melakukan induksi hanya dengan bertepuk tangan ? Apakah bisa
melakukan induksi hanya dengan meniup sang subjek? Maka jawabnya adalah bisa, yang
penting tahu prinsipnya, demikian Jeffrey Stephen menjelaskan.
Malah bacaan para hypnotist pemula adalah teknik induksi melulu.
Menurutnya bagian inilah yang terpenting dalam proses hypnosis. Pertanyaan lain
yang juga sering muncul adalah tentang menutup mata. Hal ini bisa kita pahami
karena biasanya yang menjadi target saat melakukan induksi ataupun proses
hypnosis adalah bagaimana cara agar subjeknya menutup mata sehingga bisa
meyakinkan bagi sang hypnotist bahwa benar subjeknya sudah terhipnosis atau
trance. Meskipun sebenarnya ternyata subjek tidak perlu ataupun tidak harus
menutup mata saat trance. Fenomena inilah yang justru banyak kita lihat di
masyarakat. Terhipnosis tanpa menutup mata inilah yang bisa diterapkan saat
hypnoselling, kan lucu kalo melakukan selling sementara semua customernya harus
menutup mata. Saking serunya topik ini, Richard Bandler pernah
berkelakar bahwa kenapa mau repot-repot induksi untuk membuat subjek menutup
mata, minta saja langsung kepada subjeknya untuk menutup matanya, gitu ajo kok
repot!
Seiring dengan waktu, pengalaman melakukan induksi semakin bertambah,
ternyata induksi bukan lagi suatu masalah, ternyata hal yang paling kritis
adalah apa yang bisa dilakukan setelah sang subjek terhipnosis atau cara apa
yang paling efektif untuk bisa menolong sang subjek keluar dari masalah.
Jawabannya pun pasti sangat beragam. Maka dikenallah banyak jenis teknik
hipnoterapi seperti teknik visualisasi, guided imagery, gestalt therapy dll.
Pengalaman terhadap teknik tersebut juga bervariasi. Pastinya, semua teknik
tersebut sangat baik dan efektif bagi yang menguasainya. Tapi tidak ada satupun
teknik yang efektif untuk semua jenis permasalahan. Saya jadi teringat dengan
iklan sebuah obat yang bisa mengobati segala jenis penyakit. Setiap obat pasti
ada peruntukannya (indikasi). Sang hypnotist itu ibarat seorang tukang kayu
yang mempunyai “tool box” yang berisi macam-macam peralatan. Alat mana
yang akan dipergunakan tergantung jenis pekerjaan yang akan dilakukan.
Mungkin dulu kita pernah berpikir bahwa proses hipnoterapi itu sangat
gampang, begitu subjek sudah trance maka proses terapi tidak menjadi masalah
lagi. Kalo seandainya subjeknya mengeluh ‘Sakit kepala’, maka cukup mengatakan “
Dalam tiga hitungan, sakit kepala anda akan hilang”, atau jika subjeknya
mengalami masalah phobia, maka cukup dikatakan “ Nanti setelah anda membuka
mata, phobia anda hilang”. Ternyata, tidak semudah itu. Mungkin juga anda
bisa memberikan sugesti untuk bisa melupakan permasalahan yang ada, seperti
membuat subjek mengalami amnesia, tapi tidak lama kemudian, permasalahan
tersebut muncul kembali. Proses hipnoterapi selalu menjadi suatu topik yang
hangat , jika diulas akan bisa menghabiskan beribu-ribu halaman.
Akhirnya, timbullah suatu pendekatan yang universal baik dari sisi
hypnosis maupun aspek hypnotherapy, yang tidak mengandalkan sebuah teknik
tertentu. Pendekatan yang langsung bersumber dari dalam subjek itu sendiri,
karena sebenarnya solusi dari setiap permasalahan sudah ada pada setiap
seseorang, sang hypnotis hanya perlu meng-guide sang subjek untuk menemukan
sendiri solusinya dalam dirinya. Hal itulah yang menjadi landasan utama dalam ericksonian
hypnosis ataupun ericksonian hypnotherapy. Murid-murid Milton
Erickson sendiri tidak ada yang tahu persis teknik yang dipergunakan Milton
Erickson saat bertemu dengan clientnya. Sehingga memicu kreativitas para
muridnya untuk mempersepsi sendiri proses terapi yang dilihatnya. Stephen
Lankton membuat buku “ Answer Within” sesuai dengan persepsinya, Bill
O’Hanlon mengarang buku “ Solution oriented hypnosis” sesuai dengan
persepsinya, demikian pula dengan Stephen Gilligan dll. Disitulah keberhasilan
Milton H.Erickson mengajarkan hipnosis kepada para muridnya. Sang Guru tidak
mengajarkan 1 atau 2 jurus kepada muridnya, tapi erickson mengajarkan prinsip
hipnosis sehingga sang murid bisa berkembang sesuai dengan pribadinya
masing-masing. Sang murid diberi kebebasan untuk mempersepsinya sendiri. Tidak
seperti guru silat yang hanya mengajarkan satu jurus kepada muridnya.
Saya sendiri lebih senang pendekatan yang dilakukan oleh Bill
O’Hanlon, tekniknya lebih praktis, simpel tapi universal baik dalam proses
hypnosis maupun hypnotherapy. Secara sederhananya, proses terapi berprinsip “
carilah lawannya atau hal yang berlawanan dengan problemnya”. Panas
dilawan dengan dingin, pahit dengan gula, seperti prinsip Ying dan Yang. Tapi
untuk bisa menemukan “lawannya”, kita harus terlebih dulu mengetahui
karakteristik problemnya. Cara yang paling gampang untuk mengetahuinya yaitu
dengan memodel problem sang subjek sehingga kita bisa mendapatkan gambaran strategi
yang dipergunakan oleh subjek untuk menimbulkan suatu problem. Setelah itu baru
buat strategi terapi. Jika strategi subjek membuat problem adalah A→B→C maka
strategi terapinya adalah C→B→A. Hal yang menjadi tantangan berikutnya adalah
bagaimana cara menerapkan strategi terapi yang telah kita susun yaitu C→B→A
tadi, disinilah dibutuhkan kreativitas sang terapis untuk melakukannya,
lakukanlah “going first”, solusi akan datang sendiri nantinya! Semoga
bermanfaat.
0 comments:
Post a Comment