Pernah
suatu hari seorang kawan saya sementara mengendarai mobil menuju ke luar kota,
tepat di depan ada sebuah tikungan yang cukup tajam ke kiri. Secara tiba-tiba,
muncul sebuah mobil di depannya dengan kecepatan cukup tinggi dan hampir saja menabraknya.
Untungnya, kawan saya masih bisa mengendalikan mobilnya. Kawan saya tadi marah
besar, terlebih lagi saat supir yang mengendarai mobil yang hampir menabraknya
berteriak “Sapi!!!” sambil mengeluarkan kepalanya dari jendela mobilnya.
Akhirnya dengan spontan, Kawan saya membalasnya dengan ucapan yang sama, “Kamu
juga Sapi!!!”. Puas rasanya katanya dalam hati. Tapi saat mobil kawan saya
belok kiri, ternyata di depan ada seekor sapi sementara di jalan. Barulah
tersadar kawan saya, ternyata maksud sang supir tadi mengatakan Sapi adalah
ingin memberitahukan bahwa hati-hati karena didepan ada seekor sapi lagi
menghalangi jalan.
Demikian
emosi kita lebih dulu merespon sebuah stimulus atau kejadian dari pada harus
memikirkannya terlebih dulu. Hal ini biasa dikenal sebagai Amygdala Hijack atau
Pembajakan Amygdala. Mungkin tanpa kita sadari hampir setiap waktu kita selalu
dibajak oleh amygdala kita sendiri.
Berdasarkan
aspek neuroanatomi, pembajakan amygdala wajar terjadi karena memang jarak
antara amygdala dengan bagian sistem limbik yang lain , terutama hyppothalamus,
lebih dekat dibanding jarak amygdala ke Prefrontal Cortax (PFC) sebagai CEO dari
otak kita. Emosi kita begitu cepat memberikan respon terhadap sebuah peristiwa
atau kejadian, baru setelahnya kita tersadar dan mungkin menyesal telah
memberikan respon tertentu sebelum mempertimbangkannya. Akhirnya timbullah
sebuah fenomena melakukan terlebih dulu, baru menyesal.
Kalau
begitu, tentu kita akan bertanya untuk apa Tuhan menciptakan sistem di otak
kita seperti itu. Tentunya, Tuhan punya maksud baik misalnya saja pada situasi saat
orang tua kita sendiri tiba-tiba terjatuh di depan kita. Apakah untuk
menyikapinya kita mesti berpikir dulu untuk menolongnya? Ada saat dimana respon
emosi kita diminta untuk dengan cepat memberikan suatu tindakan, tanpa harus
mempertimbangkannya terlebih dulu.
Nah,
karena respon amygdala yang cepat itu juga dibutuhkan maka bagaimana caranya
untuk menghindari agar kita tidak selalu terbajak oleh amygdala kita sendiri? Anda
cukup menunda memberikan respon sekitar 5 detik untuk memberikan kesempatan
impuls tersebut sampai ke PFC. Setelah itu baru berikan respon. Ketika ada
seseorang berlaku kurang baik kepada kita, tundalah respon emosi Anda sekitar 5
detik, Anda boleh menghitungnya dengan jari, untuk memutuskan apakah Anda akan
marah, membalasnya atau anda cukup tersenyum kepadanya sebagai tanda ketulusan
untuk menerima perlakuan tidak baik itu. Dengan demikian kebijaksanaan akan
menghampiri anda.
Beberapa
orang bijak senantiasa menganjurkan agar dalam bertindak untuk selalu menggunakan
hati nurani. Tanyakakanlah ke hati nurani Anda lebih dulu, baru setelah itu
melakukan suatu tindakan. Permasalahannya adalah karena Anda tidak pernah
memberikan kesempatan diri anda untuk bertanya sejenak kepada hati nurani bagaimana
pendapatnya terhadap sesuatu hal. Mulailah dari sekarang, saat akan melakukan
sesuatu, apapun itu, berhentilah sejenak dan dengarkan apa kata hati nurani
anda. Saat anda mulai membiasakan diri seperti itu, kata hati nurani itu akan
semakin jelas terdengar.
Sebuah
kejadian yang lebih tragis pernah terjadi pada sebuah keluarga polisi dengan
seorang anak laki-lakinya yang berumur sekitar 10 tahun. Saat itu sang ayah
berulang tahun sehingga sang anak ingin memberikan kado istimewa untuk ayahnya.
Sayangnya, hari itu sang ayah lagi ada tugas di kantornya sehingga harus pulang
sekitar jam 12 malam. Sang anak dengan sabarnya menunggu sang ayah di rumah.
Ketika sang ayah tiba di rumah, lampu-lampu sudah dipadamkan dan saat masuk ke
rumah, sang ayah dikagetkan oleh anaknya sendiri. Sang Ayah saking kagetnya,
kebetulang seorang polisi, mengambil pistolnya dan secara refleks menembakkannya
“dor,dor,dor” dan tentu anda bisa tahu bagaimana akhir kisahnya. Itulah sisi
negatif dari amygdala hijack.
0 comments:
Post a Comment