Pernah dalam sebuah peperangan,
tiga orang sahabat terluka parah dan merasa kehausan. Sehingga datanglah
seseorang membawa sebuah minuman yang hanya bisa diminum oleh seorang. Maka
dibawakannya minuman tersebut ke salah seorang diantara mereka, namun orang
tersebut menolak dan menyampaikan untuk memberikannya kepada sahabatnya yang
lain. Akhirnya minuman tersebut dibawakan ke sahabat yang lain, namun sebelum
ia meminumnya, terdengar rintihan sahabat lainnya yang juga kehausan. Demikian
seterusnya, sehingga ketiga sahabat tersebut meninggal dunia dan minuman
tersebut masih tetap utuh karena mereka lebih mengutamakan orang lain meskipun
sebenarnya ia pun membutuhkannya bahkan hingga merenggut nyawa mereka. Apakah
kita mampu melakukan hal yang sama, lebih mengutamakan orang lain, meskipun
kita juga sangat membutuhkannya?
Tentu Anda pernah mendengar ataupun
membaca kisah Rasulullah SAW saat detik-detik akhir kehidupannya. Saat malaikat
izrail mulai mencabut nyawa Rasulullah SAW, terlihat beliau merasa kesakitan
hingga malaikat Jibril yang hadir saat itu memalingkan wajahnya karena tidak
tega melihatnya. Sehingga Rasulullah SAW berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril, kenapa engkau memalingkan
wajahmu, Apakah engkau jijik melihatku?”.
Sambil menahan rasa sakit,
Rasulullah SAW bertanya kepada malaikat izrail, “Wahai Izrail, bagaimana rasa sakit yang akan dirasakan ummatku saat
menghadapi sakratul maut?”. Malaikat Izrail pun menjawab, “Lebih sakit lagi Rasulullah”. Akhirnya
Rasulullah SAW berdoa kepada Allah SWT agar kita sebagai ummatnya diberikan
keringanan saat sakratul maut, bahkan Rasulullah SAW bersedia menanggung
sendiri semua rasa sakit yang akan dirasakan oleh ummatnya. Subhanallah!
Sungguh mulia akhlakmu, yaa Rasulullah. Disaat-saat kritis seperti itu masih
memberikan perhatian kepada ummatnya, lebih mengutamakan orang lain dibanding
dirinya sendiri, karena bisa saja beliau berdoa kepada Allah SWT untuk dirinya
sendiri agar diberikan keringanan pada saat itu.
Anda bisa membayangkan begitu
indahnya kehidupan ini jika kita mulai menerapkan akhlak lebih mengutamakan
orang lain dibanding diri sendiri terutama saat jika kita sendiri sebenarnya
membutuhkannya. Misalkan saja saat kita mengaplikasikannya ketika antri di
sebuah bank, relakah kita memberikan nomor antrian kecil yang kita miliki
kepada orang lain dengan nomor antrian yang lebih besar ? Mungkin kita perlu
melatih diri melakukannya hingga menjadi suatu kebiasaan.
Atau mungkin saat antri mengambil
makanan di sebuah pesta perkawinan, kita dengan senang hati mempersilahkan
orang lain terlebih dulu. Tapi sering kita temui pemandangan yang sebaliknya
dimana orang-orang pada berebutan antrian terutama saat persediaan makanan
kelihatannya sudah akan habis. Relakah kita lebih memilih mengalah dan
mempersilahkan orang lain terlebih dulu meskipun kita telah antri lebih dulu?
Pemandangan yang juga sering kita
lihat adalah orang-orang pada berebutan naik ke bus yang memang kapasitasnya
terbatas. Relakah kita membiarkan orang lain naik lebih dulu ke bus dibanding
diri kita sendiri meskipun nantinya kita harus menanti bus berikutnya padahal
sebenarnya saat itu kita pun punya urusan yang sangat penting atau mendesak ?
Kira-kira apa yang akan terjadi di
negara kita ini jika traffic-light di
persimpangan jalan tiba-tiba tidak berfungsi? Pemandangan yang sering terlihat
adalah kemacetan malah sampai dead-lock
sehingga tak satupun dan dari arah manapun kendaraan yang bisa lewat. Hal ini
disebabkan karena semua kendaraan dari semua arah berlomba-lomba untuk lewat
terlebih dulu, tidak akan memberikan kesempatan lebih dulu kepada kendaraan
yang lain. Saya jadi teringat kisah teman saya saat studi di Jepang,
mendapatkan pengalaman yang berbeda pada saat terjadi kondisi seperti di atas.
Semua kendaraan justru pada berhenti dan malah memberikan kesempatan kendaraan
yang lain untuk lewat terlebih dulu dan yang mengagumkannya, kendaraan lain
yang telah lewat lebih dulu, sambil membuka kaca jendela mobilnya, mereka
membunyikan klakson sebagai tanda terima kasih.
Oleh karena itu, marilah kita mulai
menerapkan prinsip sederhana tersebut sekarang ini. Mulailah dari diri kita
sendiri terlebih dulu. Tapi untuk bisa menerapkan prinsip sederhana tersebut,
dibutuhkan keimanan yang mantap di dalam hati, maka pada saat itulah manisnya
iman akan bisa terasa dan pertolongan Allah SWT pun akan datang dengan segera,
yang mungkin saja akan tiba tanpa sepengetahuan Anda dan mungkin saja kebaikan
yang pernah Anda lakukan, juga Anda sudah lupakan, tapi ketahuilah tidak ada
sesuatupun kebaikan yang kita lakukan akan sia-sia di sisi Allah SWT.
Fastabiqul Khairat!
0 comments:
Post a Comment