Trance phenomena atau hypnotic phenomena mungkin sudah biasa terdengar tapi sepertinya ada beberapa hal yang menarik untuk didiskusikan. Pada saat seseorang lagi trance, maka subjek akan merasakan beberapa perubahan dalam hal diantaranya area persepsi, memori, sensasi, fisiologi , waktu dll. Terkadang trance phenomena ini terjadi secara spontan tapi dapat pula di evokasi oleh sang hypnotist. Trance phenomena menurut Jeffrey K.Zeig ada 12 dan membaginya menjadi 4 kelompok besar yaitu perubahan sensoris (hallusinasi, anesthesia, analgesia dan catalepsy), Automatic behavior/Disorientasi (ideomotor behavior, ideosensory behavior, automatic behavior dan post-hypnotic suggestion), Time Reference (time distortion) dan perubahan fungsi memory ( amnesia, hyperamnesia, age regression). Pembagian ini dapat membantu kita untuk lebih dapat memahami trance phenomena
Mungkin kita bertanya-tanya tentang pemanfaatan Trance phenomena ini, dalam buku “ A Guide to Trance Land” oleh Bill O’Hanlon, kita bisa mendapatkan hal ini yaitu sebagai convincer bagi subjek dan sang hypnotist bahwa subjek sudah trance karena terkadang saat kita menginduksi seseorang, terkadang sang hypnotist masih ragu tentang kondisi subjeknya, apakah sudah trance atau belum, sehingga dibutuhkan suatu convincer untuk meyakinkan sang hypnotist. Meskipun sebetulnya hal itu dapat kita lihat dari perubahan fisiologis yang terjadi. Tapi saat subjek memperlihatkan hand levitation atau trance phenomena lainnya, baik itu terjadi secara spontan ataupun setelah dievokasi, maka hal itu akan menjadi suatu informasi penting bagi sang hypnotist. Selain sebagai convincer bagi sang hypnotist tapi hal itu juga dapat menjadi bukti bagi subjek bahwa dia sudah trance karena terkadang sang subjek tidak percaya kalo dia sudah mengalami trance. Mungkin kita masih ingat bahwa tidak ada induksi tanpa tes, apakah itu tradisional hypnosis maupun ericksonian hypnosis. Perbedaannya hanya ericksonian hypnosis melakukannya dengan lebih elegant, dan berusaha untuk meminimalkan menyentuh subjeknya.
Pemanfaatan lainnya yaitu untuk deepening, misalnya phenomena hand levitation bisa kita utilisasi untuk memperdalam proses hypnosis. Sekali lagi ericksonian hypnsosis melakukannya dengan sangat elegant sehingga benar-benar menghindari terjadinya resistensi. Terkadang Milton H.Erickson melakukan teknik fractionation,yaitu saat subjek sudah trance diminta untuk membuka mata, setelah beberapa saat subjek diminta menutup mata kembali. Mari kita mulai melakukan deepening dengan cara yang agak berbeda.
Yang terakhir, trance phenomena juga digunakan untuk treatment, sebagaima kita ketahui bersama bahwa ericksonian hypnosis berprinsip bahwa problem is solution atau answer within (menurut versi Stephen Lankton) atau solution oriented hypnosis (Bill O’Hanlon), semua resources sudah tersedia pada subjek. Jika kita perhatikan ternyata trance phenomena itu alamiah terjadi pada seseorang, misalnya kita sedang menonton film yang kita gemari tanpa terasa sudah 2-3 jam berarti kita telah telah mengalami Time Distortion. Jadi ericksonian hypnosis lebih cenderung mengevokasi dibanding mengsugesti. Hal ini sesuai dengan salah satu presupposisi NLP.
Mungkin beberapa rekan bertanya bagaimana metode untuk mengevokasi trance phenomena, menurut Bill O’Hanlon terdapat 5 cara untuk mengevokasinya yaitu Giving permission (apakah permission to atau permission not to have to), Presupposing Response (menggunakan salah satu hypnotic language pattern yaitu presupposition), Reminding and Guiding Associations to previous everyday experience (karena sebenarnya trance phenomena merupakan pengalaman sehari-hari),Using analogies, anecdotes and stories dan yang terakhir yaitu interspersed Phrases (memanfaatkan analogue markings).
Pemanfaatan lainnya yaitu untuk deepening, misalnya phenomena hand levitation bisa kita utilisasi untuk memperdalam proses hypnosis. Sekali lagi ericksonian hypnsosis melakukannya dengan sangat elegant sehingga benar-benar menghindari terjadinya resistensi. Terkadang Milton H.Erickson melakukan teknik fractionation,yaitu saat subjek sudah trance diminta untuk membuka mata, setelah beberapa saat subjek diminta menutup mata kembali. Mari kita mulai melakukan deepening dengan cara yang agak berbeda.
Yang terakhir, trance phenomena juga digunakan untuk treatment, sebagaima kita ketahui bersama bahwa ericksonian hypnosis berprinsip bahwa problem is solution atau answer within (menurut versi Stephen Lankton) atau solution oriented hypnosis (Bill O’Hanlon), semua resources sudah tersedia pada subjek. Jika kita perhatikan ternyata trance phenomena itu alamiah terjadi pada seseorang, misalnya kita sedang menonton film yang kita gemari tanpa terasa sudah 2-3 jam berarti kita telah telah mengalami Time Distortion. Jadi ericksonian hypnosis lebih cenderung mengevokasi dibanding mengsugesti. Hal ini sesuai dengan salah satu presupposisi NLP.
Mungkin beberapa rekan bertanya bagaimana metode untuk mengevokasi trance phenomena, menurut Bill O’Hanlon terdapat 5 cara untuk mengevokasinya yaitu Giving permission (apakah permission to atau permission not to have to), Presupposing Response (menggunakan salah satu hypnotic language pattern yaitu presupposition), Reminding and Guiding Associations to previous everyday experience (karena sebenarnya trance phenomena merupakan pengalaman sehari-hari),Using analogies, anecdotes and stories dan yang terakhir yaitu interspersed Phrases (memanfaatkan analogue markings).
0 comments:
Post a Comment