Otak manusia mempunyai keunggulan dibanding otak pada mahluk yang lainnya. Salah satu diantaranya, permukaan otak manusia jauh lebih luas yaitu sekitar 220.000 meter persegi. Hal ini disebabkan karena otak manusia terdiri dari gyrus dan sulcus, sebagian besar dari permukaan otak manusia yaitu sekitar dua pertiga tersembunyi didalam lekukan-lekukan otak atau sulcus-sulcus cerebri. Permukaan otak manusia itu sendiri mengandung sinaps sekitar 3 milyar per 2,5 m3 yang berarti bahwa interkoneksi antara neuron-neuron begitu besar sehingga memungkinkan terjadinya mekanisme yang rumit, cepat dan tepat.
Selain permukaan otak yang luas juga disertai dengan luasnya area assosiasi bahkan lebih luas dari permukaan otak itu sendiri. Area assosiasi ini terbentuk oleh interkoneksisitas antar neuron di otak. Pada seorang bayi yang baru lahir memiliki sekitar 1012 sel otak (neuron) dan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk bumi abad ke-21 yaitu sekitar 6 x 109 maka sel otak di dalam kepala seorang bayi adalah 166 kali lipat penduduk bumi. Area assosiasi ini membutuhkan minimal 2 sel otak sehingga bisa dibayangkan berapa banyak koneksi yang bisa terbentuk, Anda bisa mencoba menghitungnya sendiri dengan hukum permutasi. Sehingga hal ini membuat otak kita begitu kaya dengan assosiasi dan membuat otak begitu komplek baik dari sisi struktur maupun fungsinya.
Teori kecerdasan saat ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan area assosiasi di dalam otak kita. Teori lama menganggap bahwa kecerdasan manusia ditentukan oleh jumlah sel otak, semakin banyak sel otak semakin cerdaslah seseorang. Saat ini kecerdasan manusia tidak lagi hanya ditentukan oleh jumlah sel otak tapi juga sangat ditentukan oleh sistem koneksi antar sel otak atau luasnya daerah assosiasi tersebut. Pada orang dewasa tidak perlu berharap banyak memperbanyak sel otak untuk meningkatkan tingkat kecerdasannya, tetapi lebih baik berusaha untuk memperluas area assosiasi. Bagaimana cara untuk memperluas area assosiasi? Saat belajar usahakan berpikir dengan cara mengkaitkan satu hal dengan hal yang lainnya, kemudian kaitkan lagi hal yang baru kita ketahui dengan hal yang lain baik hal yang baru maupun hal yang sudah diketahui sebelumnya sehingga dengan demikian jaringan assosiasi tadi semakin luas dan semakin padat sehingga membuat hal tersebut menjadi mudah untuk diingat dan sulit dilupakan. Hal yang tak kalah pentingnya adalah senantiasa berusaha melibatkan sistem emosi kita dan tentunya emosi yang positif.
Sistem assosiasi ini terkadang terbentuk tanpa kita sadari dan tanpa kita sengaja, semuanya berlangsung alamiah sehingga hal tersebut telah menjadi bagian dari diri kita sendiri. Tanpa kita sadari kita telah melakukan berfikir assosiatif yang senantiasa mengkaitkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, sehingga terbentuklah suatu assosiasi. Sebagai contoh seseorang berjalan saat matahari sangat terik sekali dan dia merasa sangat terganggu malah sempat mengeluh kepanasan, beberapa saat setelahnya orang tersebut mengalami nyeri kepala (migren), sehingga orang tersebut mencoba mengkaitkan peristiwa teriknya matahari (kepanasan) dengan nyeri kepala yang dirasakan. Akhirnya dia berkesimpulan bahwa teriknya matahari itulah menjadi penyebab nyeri kepalanya. Orang tersebut telah melakukan suatu assosiasi di dalam otaknya. Jika hal tersebut berulang dan membuat assosiasi yang sama maka assosiasi itu akan semakin kuat. Sehingga faktor repetisi itu juga sangat berperan dalam terbentuknya assosiasi. Sehingga di dalam hypnosis kita kenal istilah Tripple Hypnosis Principle. Tapi faktor repetisi itu bukan hal yang mutlak, bisa saja terjadi dengan 1 kali assosiasi saja maka assosiasi yang terbentuk sudah kuat, misalnya pada orang phobia. Faktor emosi sangat dominan dalam hal ini.
Serabut assosiasi yang ada di dalam otak menghubungkan satu gyrus dengan gyrus yang lain tapi masih dalam satu belahan otak (hemisfer). Kita kenal ada 2 macam serabut assosiasi yaitu serabut assosiasi panjang dan pendek. Otak besar (cerebrum) terdiri dari 2 belahan otak (hemisfer) kiri dan kanan, antara satu sama lain dihubungkan oleh serabut commisura sehingga otak kiri dan kanan bekerja bersama-sama. Secara fungsional terdapat perbedaan antara otak kiri dan otak kanan, untuk orang dengan right handed dikatakan bahwa otak kiri bersifat lebih kritis/analitik dan juga sebagai pusat bahasa sedangkan otak kanan merupakan pusat emosi, berfikir abstrak, imajinasi dan kreativitas. Pada saat dilahirkan lalu bertumbuh dan berkembang, maka otak kanan lebih dulu berkembang, setelah seorang anak sudah mulai dapat kontak dengan lingkungannya maka perlahan-lahan otak kiri mulai ikut berkembang terlebih lagi saat anak sudah mulai sekolah. Mereka mulai kritis terhadap lingkungannya. Beberapa orang telah mencoba menghubungkan antara teori otak kiri dan kanan dengan proses hypnosis terjadi, Richard Bandler dalam sebuah bukunya menyatakan bahwa ada yang beranggapan conscious mind berada pada hemisfer dominan (otak kiri) dan unconscious mind (otak kanan). Sehingga proses induksi dilakukan dengan cara mem-bypass hemisfer dominan lalu mengakses atau menstimulasi hemisfer nondominan. Teori ini mempermudah kita memahami mekanisme hypnosis bisa terjadi, meskipun masih perlu dikaji ulang.
Otak kita berfungsi begitu kompleks, suatu stimulus yang sama belum tentu memberikan respon yang sama, respon yang ditimbulkan terkadang tidak bisa diprediksi malah diluar dari apa yang kita pikirkan. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Sebagaimana yang kita ketahui bahwa permukaan otak kita (cortex cerebri) terdiri dari sel-sel otak (neuron) dan serabut-serabut saraf. Ada sel yang berfungsi membawa informasi menuju ke cortex, ada juga sel yang membawa perintah/informasi dari cortex ke bawah, tapi ada juga sel-sel di dalam cortex yang berfungsi menghubungkan antar sel di cortex, sel seperti ini dikenal sebagai sel interneuron. Sel interneuron ada yang bersifat inhibisi dan ada juga bersifat eksitasi. Sistem koneksisitas ini membuat suatu sistem sirkuit intrakortikal dan beberapa literatur menyatakan bahwa sistem tersebut membuat semacam pola atau pattern (template). Setiap sesuatu atau peristiwa ataupun kejadian, nantinya akan membentuk suatu pola (template), maka dikenal ada movement template, sensory template dan template lainnya. Antara satu sel dengan sel yang lain membentuk sinaps dan di dalam sinaps ini mengandung neurotransmitter, jenis neurotransmitter yang berfungsi tergantung jenis interneuron mana yang terstimulasi. Hal ini yang lebih membuat kerja otak semakin kompleks. Tidak berlebihan jika Richard Bandler menyebutnya sebagai brain juice.
Setiap orang mempunyai sistem koneksisitas intrakortikal yang berbeda sehingga pola assosiasi atau template yang ada akan berbeda pula. Hal ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan pengalaman seseorang. Meskipun secara umum pola atau template tersebut ada kemiripan. Sehingga membuat kita harus lebih fleksibel dengan menyesuaikan template kita dengan template orang lain (The map is not territory). Dengan berkomunikasi lebih general atau menghindari berkomunikasi secara spesifik akan lebih baik. Pola-pola assosiasi ini juga merupakan suatu resources alamiah yang sudah built-in bagi seseorang. Jadi lebih bijaksana untuk melakukan evokasi dibanding memberikan sugesti karena solusi sudah ada pada setiap orang (Answer within).
Sel otak kita mempunyai perbedaaan dengan sel-sel yang lain dalam tubuh kita. Sel otak manusia mempunyai kemampuan untuk berubah sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan. Suatu kemampuan untuk beradaptasi sehingga mampu untuk tetap survive. Saat kita lahir, Allah yang Maha Kuasa memberikan sel-sel otak yang immatur atau tidak matang dan kita diberikan tugas untuk mengkreasinya sendiri, tapi sayangnya sebagian besar itu terjadi tanpa kita sadari atau sengaja terutama saat kita masih kecil. Faktor lingkungan terutama orang tua, guru dan teman bergaul sangat berperan. Kita telah menjadi seperti sekarang akibat kreasi lingkungan dan tentunya telah menjadi tugas kita masing-masing untuk mengadakan perbaikan-perbaikan terhadap pola-pola sel otak yang tidak memberdayakan atau dengan kata lain kita melakukan suatu reorganisasi terhadap sel otak. Kemampuan otak seperti ini disebut dengan Plastisitas. (neuroplasticity). Jika terjadi sesuatu kerusakan pada sel otak akibat suatu hal seperti strok maka sel otak tersebut mempunyai kemampuan untuk melakukan reorganisasi untuk mengadakan perbaikan sel otak yang tidak berfungsi lagi dapat digantikan oleh sel otak yang masih sehat. Hal yang menggembirakan karena plastisitas ini dapat kita stimulasi dengan melakukan proses imajinasi, NLP ataupun hypnosis. Semakin banyak menggunakan modalitas (VAKOG), maka proses plastisitas itu semakin powerful, terlebih lagi jika melibatkan faktor emosi.
Saat proses terapi dengan menggunakan NLP ataupun hypnosis, sebenarnya kita telah memanfaatkan konsep plastisitas otak. Teknik apapun yang kita pergunakan saat melakukan sesi terapi dengan NLP atau hypnosis, semuanya berprinsip mengganti pola lama (old pattern) atau old association dengan pola baru (new pattern) atau new association yang dianggap lebih baik (outcome desired). Jadi putuskan atau rusak pola lama lalu buat assosiasi yang baru. Saat merusak pola yang lama, Richard Bandler paling senang melalukan assosiasi dengan pengalaman yang lucu atau ridiculous, meskipun sebenarnya bukan suatu hal yang mutlak. Alasannya karena saat orang berada dalam state yang lucu atau ridiculous maka secara otomatis akan keluar morfin endogen (endorphin).
Aplikasi Motor Imagery Terhadap Perbaikan Motorik
Saat ini motor imagery telah muncul sebagai suatu metode yang menjanjikan untuk perbaikan fungsi motorik. Penelitian awal pada orang sehat dengan melakukan tugas khusus secara mental memperlihatkan perbaikan keterampilan motorik yang lebih baik dibanding yang tidak melakukannya. Pada tahun 2001, sebuah penelitian pada penderita strok subakut memperlihatkan bahwa kombinasi motor imagery dan physical therapy memperlihatkan perbaikan fungsi motorik yang lebih baik dibanding dengan physical therapy saja. Penelitian lain menunjukkan motor imagery menunjang pemulihan motorik bahkan setelah beberapa tahun mengalami kerusakan sistem saraf pusat.
Motor imagery adalah proses kognitif kompleks yang merupakan representasi mental suatu gerakan tanpa disertai pergerakan tubuh yang mengaktivasi kembali pengalaman-pengalaman dalam pikiran. Beberapa istilah lain yang menunjukkan hal ini yaitu mental practice dan guided imagery. Awalnya motor imagery hanya dilakukan di bidang olahraga yaitu untuk meningkatkan performans para atlet. Sejak tahun 1980-an, motor imagery telah dilakukan di bagian rehabilitasi medik. Selain bukti telah terjadinya reorganisasi neural, motor imagery juga metode yang tidak memerlukan biaya yang mahal, mudah dilakukan serta sekarang ini semakin banyak bukti hasil yang positif telah dipublikasikan pada penderita strok, trauma medulla spinalis, penyakit Parkinson dan intractable pain.
Sebagian besar penelitian motor imagery dilakukan pada bagian neurorehabilitasi khususnya rehabilitasi pada penderita strok. Sharma et al menyatakan bahwa motor imagery sebagai “backdoor” untuk mengakses sistem motorik dan rehabilitasi stroke baik akut maupun kronik. Penelitian tersebut secara konsisten memperlihatkan perbaikan motorik terbesar akan diperoleh jika latihan fisik dikombinasi dengan motor imagery. Selain itu latihan motor imagery sendiri akan lebih baik dibanding tidak melakukan latihan sama sekali.
Motor imagery terbukti bermanfaat pada penderita hemiparesis akut, kronik, ringan sampai berat. Page SJ, et al (2001) telah melaporkan 13 penderita strok (4 minggu sampai 1 tahun) yang melakukan motor imagery memperlihatkan perbaikan motorik secara bermakna dibanding yang hanya melakukan latihan fisik. Perbaikan skor motorik pada kelompok yang telah melakukan motor imagery sebesar 16,4 (ARAT) atau 13,8 (FMA) dan kelompok yang hanya melakukan physical therapy saja hanya sebesar 7,0 (ARAT) atau 2,9 (FMA). Hal yang sama juga telah diperoleh oleh Liu et al yang melakukan aktivitas sehari-hari seperti aktivitas di dalam rumah, memasak dan berbelanja dengan menggunakan motor imagery. Setelah 15 sesi didapatkan hasil yang bermakna memberikan perbaikan status fungsional penderita.
Proses motor imagery terdiri dari 2 bagian utama yaitu proses relaksasi yang diikuti dengan membayangkan atau melakukan visualisasi gerakan tertentu atau aktivitas sehari-hari dengan melibatkan seluruh kemampuan visual, auditoris dan kinestetik. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap sesi dianjurkan sekitar 15-20 menit dan dilakukan sekali sehari. Tapi ada juga yang menganjurkan untuk melakukannya sekitar 2-3 kali sehari. Salahsatu alasan mengapa harus didahului dengan proses relaksasi yaitu telah dibuktikan bahwa sistem imunitas dan proses penyembuhan alamiah dalam tubuh meningkat saat rileks. Selain itu attensi dan konsentrasi lebih mudah dicapai serta proses visualisasi lebih nyata. Kondisi relaksasi maksimal akan dicapai dalam 2-5 menit lalu diikuti proses imagery selama 7-9 menit dan diakhiri dengan proses reorientasi sekitar 1 menit.
Salahsatu hal yang dapat menjelaskan bagaimana motor imagery dapat memperbaiki kemampuan motorik adalah teori psikoneuromuskular. Teori ini memperkenalkan sebuah istilah yaitu skema motorik. Teori ini menyatakan bahwa setiap orang akan menyimpan suatu perencanaan motorik atau skema motorik dalam melakukan sebuah gerakan. Saat melakukan motor imagery maka skema motorik inilah yang teraktivasi dalam melakukan suatu gerakan. Baik ketika melakukan suatu gerakan motorik ataupun hanya membayangkan sebuah gerakan (motor imagery), keduanya memberikan skema motorik yang sama. Skema motorik tersebut oleh Butler AJ (2006) menyebutnya sebagai Movement template. Setiap gerakan mempunyai movement template tersendiri dan disimpan dalam bentuk sistem sirkuit intrakortikal (Engram) Beberapa penelitian telah mendukung teori ini diantaranya penelitian dengan menggunakan positron emission tomography (PET) dan functional magnetic resonance imaging (fMRI). Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa otot, area cortex motorik, ganglia basalis dan cerebellum teraktivasi saat melakukan motor imagery Hal yang sama juga diperlihatkan ketika melakukan aktivitas fisik yang sebenarnya. Skema motorik ini tetap utuh meskipun terdapat gangguan fisik sehingga seorang penderita strok memungkinkan untuk dapat melakukan motor imagery untuk mengaktifkan jaringan motorik yang rusak.
Kemampuan untuk berimajinasi bervariasi pada setiap orang sehingga dapat mempengaruhi proses motor imagery tapi masih terdapat perdebatan dalam hal ini. Untuk mengatasinya dapat digunakan Movement Imagery Questionnaire (MIQ) untuk mengukur kemampuan berimajinasi seseorang. Awalnya MIQ diterapkan pada para atlet sebelum melakukan motor imagery untuk meningkatkan kemampuan motoriknya. MIQ terdiri dari 9 item imajinasi visual dan 9 item imajinasi kinestetik. Setiap item melibatkan pergerakan pada lengan, tungkai atau seluruh tubuh dan diberi skor 0-7. Motivasi juga ikut berperan dalam proses motor imageri, orang dengan motivasi yang tinggi akan dapat memperbaiki kemampuan berimajinasi.
Ringkasan
Meskipun demikian apa yang telah kita lakukan selama ini, kita belum menggunakan sepenuhnya kapabilitas otak. Albert Einstein saja baru menggunakan sekitar 10 % dari kemampuan otak. Masih banyak hal-hal misteri di dalam otak yang belum bisa diungkapkan oleh para pakar neuroscience. Tentunya akan menjadi tugas kita bersama untuk mendalaminya. Sehingga manusia sebagai khalifah di muka bumi akan bisa terwujud.
0 comments:
Post a Comment